E09=Nur Hidayah
NAMA:Nur Hidayah
NIM :43125010210
Tugas Struktur 06
Keadilan Restoratif: Alternatif Baru dalam Penyelesaian Kasus HAM
Abstrak
Keadilan restoratif (restorative justice) muncul sebagai alternatif baru dalam penyelesaian kasus hak asasi manusia (HAM) yang selama ini banyak menghadapi kendala dalam sistem peradilan pidana tradisional. Pendekatan ini menekankan pemulihan hubungan antara korban, pelaku, dan masyarakat, serta mengedepankan dialog, mediasi dan kompensasi sebagai sarana penyelesaian. Tulisan ini mengulas potensi dan tantangan penerapan keadilan restoratif dalam konteks pelanggaran HAM di Indonesia, serta menyajikan rekomendasi agar pendekatan ini dapat efektif dijadikan bagian dari portofolio sikap penegakan keadilan. Berdasarkan kajian literatur dan regulasi terkini, ditemukan bahwa meskipun keadilan restoratif memiliki nilai tambah dalam menghormati martabat korban dan mengurangi beban sistem penegakan hukum, namun masih terdapat kendala struktural seperti kerangka regulasi yang belum menyeluruh dan perlindungan korban yang terbatas. Kesimpulan menyatakan bahwa keadilan restoratif bukanlah solusi tunggal, namun dapat menjadi komplementer penting dalam mekanisme penyelesaian pelanggaran HAM bila diintegrasikan dengan baik. Saran diberikan agar pemerintah dan lembaga terkait memperkuat regulasi, meningkatkan kapasitas fasilitator mediasi, serta menjamin pengakuan hak korban dalam setiap proses.
Kata Kunci
Keadilan restoratif, penyelesaian HAM, korban, pelaku, mediasi, Indonesia.
Pendahuluan
Penegakan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia selama ini banyak bergantung pada mekanisme retributif, yakni proses pidana yang menekankan hukuman bagi pelaku. Namun pendekatan ini seringkali menemui kendala: pembuktian sulit, korban tidak mendapatkan pemulihan yang memadai, dan penjara menjadi instrumen utama yang belum tentu menyelesaikan akar masalah. Sebagai respons terhadap kondisi tersebut, konsep keadilan restoratif mulai dilirik sebagai alternatif untuk memberikan penyelesaian yang lebih manusiawi serta berorientasi pemulihan. Sebagaimana diungkap dalam kajian awal, “Sistem peradilan pidana yang menganut keadilan retributif belum mampu memberikan keadilan yang diharapkan oleh para
Di sisi lain, regulasi Indonesia telah menunjukkan keinginan untuk mengadopsi pendekatan restoratif, misalnya dalam revisi KUHAP dan peraturan lainnya.
Tulisan ini mengajak pembaca untuk merefleksikan bagaimana keadilan restoratif dapat menjadi alternatif baru dalam penyelesaian kasus HAM dan bagaimana sikap kita – baik sebagai akademisi, pembuat kebijakan, maupun masyarakat – dapat menyikapinya.
Permasalahan
Terdapat beberapa permasalahan utama dalam penerapan keadilan restoratif pada kasus-kasus HAM:
Keterbatasan sistem retributif: Banyak pelanggaran HAM berat di Indonesia yang belum tuntas diselesaikan karena kompleksitas pembuktian, keterlibatan aparat, atau hambatan politik.
Ketimpangan perlindungan bagi korban: Kajian menunjukkan bahwa dalam penerapan keadilan restoratif di Indonesia terdapat potensi terjadinya pengabaian hak‐hak korban.
Regulasi dan implementasi yang belum konsisten: Walaupun terdapat semangat regulasi seperti revisi KUHAP dan pengakuan keadilan restoratif secara umum, praktik di lapangan belum selalu memadai atau melibatkan semua pihak terkait seperti korban dan masyarakat.
Penerapan dalam konteks HAM: Meskipun keadilan restoratif telah diterapkan dalam tindak pidana umum, penerapannya pada pelanggaran HAM berat masih pada tahap awal dan menghadapi skeptisisme.
Pertimbangan sikap dan nilai: Sebagai bagian dari portofolio sikap – yakni bagaimana kita memandang dan bertindak terhadap keadilan – penting untuk memahami nilai‐nilai keadilan restoratif (pemulihan, partisipasi, komunitas) dan bagaimana mereka menuntut perubahan sikap dari sekadar hukuman ke pemulihan.
Pembahasan
Konsep dasar keadilan restoratif
Pendekatan keadilan restoratif menekankan tiga hal utama: (1) pemulihan kerugian yang dialami korban,
(2) mempertanggungjawabkan pelaku dengan cara yang lebih konstruktif, dan
(3) melibatkan masyarakat sebagai bagian dari proses perbaikan sosial.
Model ini berbeda dengan paradigma retributif yang menitikberatkan pada hukuman. Dalam konteks Indonesia, pendekatan ini juga mendapat dorongan regulasi dan kebijakan.
Peluang dalam penyelesaian kasus HAM
Implementasi keadilan restoratif dalam kasus HAM memberikan beberapa peluang positif:
Pemulihan untuk korban: Korban pelanggaran HAM dapat memperoleh ruang dialog, pengakuan atas kerugian, dan kompensasi yang sering kali tidak muncul dalam proses pidana biasa. Sebagai kajian menyebutkan: “fokus penyelesaian tersebut pada kerugian korban pelanggaran HAM.”
Efisiensi dan efektivitas: Pendekatan yang bersifat mediasi dan musyawarah dapat mengurangi beban sistem peradilan yang sering kali lamban dan penuh hambatan.
Penguatan nilai keadilan berbasis komunitas: Dengan melibatkan masyarakat dan korban, proses keadilan menjadi lebih inklusif dan berorientasi pada kerukunan sosial.
Relevansi dengan konteks Indonesia: Hukum adat dan praktik musyawarah dalam budaya Indonesia bisa menjadi fondasi yang mendukung penerapan keadilan restoratif.
Tantangan dan catatan kritis
Namun demikian, terdapat pula beberapa tantangan yang perlu dicermati:
Hak korban yang belum terjamin: Kajian menunjukkan bahwa implementasi keadilan restoratif bisa mengabaikan perlindungan korban, khususnya apabila proses mediasi dilakukan tanpa pengaturan yang ketat.
Batasan penerapan pada pelanggaran HAM berat: Kasus‐kasus pelanggaran HAM berat yang melibatkan negara atau aparat seringkali memiliki dimensi struktural yang sulit diselesaikan hanya lewat mediasi komunitas.
Kesiapan regulasi dan institusi: Meskipun regulasi sudah mulai berkembang, belum ada jaminan bahwa semua unsur (penegak hukum, fasilitator, korban, masyarakat) memiliki kapasitas, kesadaran, dan mekanisme yang cocok.
Sikap dan budaya hukum: Penerapan keadilan restoratif memerlukan pergeseran sikap dari orientasi hukuman ke orientasi pemulihan yang tidak selalu mudah di lingkungan yang telah terbiasa dengan paradigma retributif.
Sikap reflektif dalam portofolio
Sebagai bagian dari portofolio sikap, keadilan restoratif menuntut kita untuk mempertanyakan posisi kita terhadap:
Apakah kita lebih memprioritaskan hukuman atau pemulihan?
Bagaimana kita memperlakukan korban dan pelaku sebagai subjek yang memiliki martabat?
Bagaimana kita sebagai bagian dari masyarakat turut mendukung mekanisme penyelesaian yang adil, inklusif, dan manusiawi?
Refleksi ini penting agar keadilan restoratif tidak menjadi “bahasa kosong” atau “paket perdamaian” semata, tetapi benar‐benar menjadi perubahan sikap yang mendasar dalam penegakan HAM.
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Keadilan restoratif menawarkan alternatif baru yang menjanjikan dalam penyelesaian kasus HAM di Indonesia. Dengan fokus pemulihan korban, pengembalian hubungan sosial, dan partisipasi komunitas, pendekatan ini menyeimbangkan kebutuhan korban, pelaku, dan masyarakat. Namun, penerapannya masih dalam tahap tantangan—termasuk regulasi yang belum lengkap, proteksi korban yang belum optimal, dan budaya hukum yang masih dominan retributif. Sebagai bagian dari portofolio sikap, kita harus mengadopsi pendekatan keadilan restoratif sebagai evaluasi terhadap orientasi kita dalam penegakan keadilan.
Saran
Untuk memperkuat penerapan keadilan restoratif dalam konteks pelanggaran HAM, disarankan:
Memperkuat regulasi: Pemerintah perlu segera menyelesaikan revisi KUHAP dan regulasi lainnya agar menyertakan mekanisme restoratif secara jelas, termasuk perlindungan korban.
Meningkatkan kapasitas fasilitator dan institusi: Pelatihan, pedoman, dan standar untuk mediasi restoratif harus dikembangkan agar seluruh proses berjalan adil dan transparan.
Menjamin hak korban: Korban harus dilibatkan secara aktif dan mendapatkan akses pemulihan yang memadai, bukan sekadar dialog yang tertutup.
Kultur dan edukasi publik: Masyarakat perlu mendapatkan edukasi agar memahami bahwa keadilan bukan semata hukuman, tetapi pemulihan dan keberlanjutan sosial.
Integrasi dengan mekanisme formal: Keadilan restoratif tidak menggantikan mekanisme pengadilan pidana bila diperlukan, tetapi menjadi pilihan komplementer yang sah dan efektif.
Dengan perbaikan sikap, regulasi, dan implementasi, keadilan restoratif dapat menjadi alternatif yang nyata dan bermakna dalam penyelesaian pelanggaran HAM di Indonesia.
Daftar Pustaka
Agustina, V., Tisnanta, H. S., & Muhtadi, M. (2024). Restorative Justice sebagai Upaya Pemenuhan Hak Konstitusional Warga Negara. Jurnal Konstitusi.
Anasthasia, G., Marzuki, I., Keraf, Y. R., Yanuar, J., & Samosir, S. M. (2023). The Restorative Justice Approach as an Alternative Criminal Settlement in Indonesia. ICon-SLPD.
Jufri, M., Nazeri, N. M., & Dhanapal, S. (2019). Restorative Justice: an Alternative Process for Solving Juvenile Crimes in Indonesia. Brawijaya Law Journal.
Keadilan Papua. (2024, Jun 29). Restorative Justice dan Kasus Pelanggaran HAM. (online forum)
Marasabessy, F., Sugiri, B., & Ratnohadi, H. (2025). Unequal Restorative Justice: The Problem of Neglecting the Rights of the Reported Party in the Criminal Justice System. IBLAM Law Review.
Rudolf Valentino, C. (2025). Restorative Justice as an Alternative in the Indonesian Criminal Justice System. Journal of Progressive Law and Legal Studies.
Susilawati, T., Setiadi, E., & Darusman, Y. (2025). Restorative Justice in Domestic Violence Cases: Law Implementation and Challenges in Indonesia. Sinergi International Journal of Law.
Yulia, R. (2012). Keadilan Restoratif dan Korban Pelanggaran HAM (Sebuah Telaah Awal). Jurnal Hukum dan Peradilan.

Komentar
Posting Komentar